Kabupaten Lima Puluh Kota – SidakCepatNews.com, Sumbar | Aktivitas PETI Ilegal di sungai Batang Kampar Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), menuai sorotan publik.
Deru mesin “jek” dari aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali menggetarkan aliran Sungai Batang Kampar di wilayah Kapur IX. Aktivitas ilegal yang mencemari lingkungan ini berlangsung terang-terangan dan nyaris tanpa hambatan, seolah menantang hukum dan menunjukkan bahwa pelaku seakan kebal terhadap jerat pidana.
Penampung hasil tambang dan diduga pemasok investor PETI Ilegal dari Kalimantan.
Padahal, kegiatan tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga diduga kuat melibatkan jaringan adanya praktik suap kepada oknum aparat penegak hukum (APH).
Dugaan Praktik Setoran dan Oknum Terlibat
Para pelaku terjerat pasal 158 juncto pasal 35 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“Ancaman pidananya 5 tahun penjara.
Masyarakat berkomitmen dan konsisten mendukung penuh misi Asta Cita Presiden Republik Indonesia guna mewujudkan misi bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045
Salah seorang warga setempat saat ditemui Tim media, mengungkapkan kekesalan nya dan bertanya-tanya, kenapa aktivitas PETI Ilegal yang diduga ilegal bisa dengan bebas tanpa ada penindakan?
“Kalau ini tidak dihentikan, Sungai Batang Kampar akan mati. Ironisnya, semua tahu aktivitas ini, tapi Hukum tidak berjalan, seolah ada kekuatan besar yang melindungi mereka,” ungkap dengan nada kesal, yang namanya enggan di Publikasikan.
Masyarakat mencurigai diduga adanya bekingan dari Oknum tertentu yang membuat tambang Emas Ilegal terkesan kebal Hukum. Dugaan itu semakin menguat lantaran PETI di kawasan ini sudah berlangsung tanpa tindakan berarti, meski Presiden Republik Indonesi berulang kali mengeluarkan Instruksi pemberantasan PETI tersebut.
“Mereka seperti sengaja memamerkan bahwa hukum tidak berlaku bagi mereka. Ini bukan daratan, ini sungai, sumber kehidupan warga,” ujar seorang pemerhati lingkungan lokal yang meminta namanya dirahasiakan.
Indikasi Mafia Masuk dalam Jaringan PETI
Investigasi media mengungkap bahwa bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar, yang digunakan untuk mengoperasikan mesin-mesin tambang di atas lanting (rakit tambang), dipasok oleh seorang mafia BBM ilegal. Sosok ini tidak hanya sebagai pemasok, tetapi juga disebut sebagai pemilik lanting yang beroperasi di wilayah sungai tersebut.
BBM bersubsidi yang seharusnya digunakan untuk masyarakat dan sektor transportasi publik, justru dialihkan ke aktivitas ilegal yang merusak lingkungan. Ini menandakan keterlibatan mafia BBM, yang berjejaring hingga ke sektor distribusi dan pengawasan.
Pasal-Pasal yang Diduga Dilanggar
Berbagai pelanggaran hukum mengemuka dari aktivitas ini, baik dari sisi lingkungan, energi, maupun hukum pidana umum:
1. Pelanggaran Lingkungan
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 98 Ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
2. Pertambangan Tanpa Izin
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
3. Penyalahgunaan BBM Subsidi
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Pasal 55: Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
4. Korupsi dan Gratifikasi (jika terbukti adanya setoran ke oknum APH)
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 12: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi atau hadiah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana paling lama 20 tahun.
Kesimpulan: Siapa Melindungi Siapa?
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik tambang emas ilegal di sungai Batang Kampar Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar bukanlah sekadar tindakan liar warga, melainkan aktivitas terstruktur, sistematis, dan melibatkan banyak pihak—dari pemodal, operator lapangan.
Hingga kini, belum terlihat adanya tindakan tegas dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: siapa yang sebenarnya melindungi para pelaku?
Jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga hukum dan kepercayaan publik terhadap negara akan hancur.
Media ini akan terus memantau perkembangan kasus PETI di Sungai Batang Kampar, Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar dan mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat.
Sampai berita ini diturunkan, kian menguatkan dugaan Publik bahwa ada permainan kotor di balik bisnis Tambang Emas Ilegal sungai Batang Kampar, Nagari Galugua, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar.
Tim Media akan terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan terkait masalah ini dan membuka ruang bagi Pihak-pihak yang ingin memberikan hak jawab atau Klarifikasi. Jika ada pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini, Redaksi kami dengan senang hati akan memberikan ruang pemberitaan berimbang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
#NoViralNoJustice
#PoldaSumbar
#KodamXX/TuankuImamBonjol







